shape

Masuk Perubahan Iklim, Waspadai Penyebaran DBD!

17 June 2024

Posted by : Fitri Rahmadini

Facebook Share Whatsapp Share Twitter Share Telegram Share

Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko penyakit menular, terutama Demam Berdarah Dengue (DBD). Faktor-faktor iklim seperti suhu, curah hujan, dan kelembaban sangat berperan dalam penularan penyakit ini.

Pada Perubahan Iklim Nyamuk Aedes aegypti yang Lebih Cepat dan Lebih Ganas

DBD adalah salah satu penyakit yang penularannya meningkat pesat akibat perubahan iklim. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perubahan iklim mendukung perkembangan nyamuk Aedes aegypti yang lebih cepat dan lebih ganas. Hal ini disebabkan oleh kelembapan udara yang tinggi, curah hujan yang meningkat, dan suhu udara yang lebih panas.

Genangan Air Akibat Hujan Jadi Tempat Ideal Bagi Nyamuk untuk Berkembang Biak 

Selain perubahan iklim, musim hujan juga memicu peningkatan kasus DBD. Genangan air yang terbentuk menjadi tempat ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak. Akibatnya, jumlah kasus DBD cenderung meningkat selama musim hujan.

Musim kemarau pun tidak bebas dari ancaman DBD. Saat suhu udara tinggi akibat fenomena El-Nino, frekuensi gigitan nyamuk dapat meningkat hingga 3-5 kali lipat dibandingkan kondisi normal.

Perubahan iklim yang signifikan dalam suhu dan curah hujan juga menyebabkan perpindahan habitat nyamuk. Oleh karena itu, Anda perlu tetap waspada terhadap penyakit DBD, baik selama musim hujan maupun kemarau.

DBD Penyakit Serius yang Tidak Memandang Usia

DBD atau demam berdarah dengue adalah penyakit umum yang menyerang masyarakat luas, tanpa memandang usia. Setiap tahun, penyakit ini menjangkit banyak orang dan menjadi masalah komunitas yang serius.

Anak-anak termasuk dalam kelompok yang rentan terkena DBD karena kesadaran mereka akan kebersihan dan cara melindungi diri dari gigitan nyamuk masih minim.

Penyebaran DBD sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan, gaya hidup, dan kesadaran tentang pencegahan demam berdarah. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, dan gejalanya biasanya muncul antara empat hingga sepuluh hari setelah gigitan.

Kenali Gejala Awal DBD

Gejala awal DBD meliputi demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, serta nyeri sendi dan tulang. Jika tidak ditangani dengan tepat, penyakit ini bisa berakibat fatal.

Infeksi DBD sering kali mengikuti siklus pelana kuda. Pada 1-3 hari pertama, pasien mengalami demam tinggi dengan suhu tubuh mencapai 40°C. Pada hari ke-4 dan ke-5, demam turun ke sekitar 37°C, tetapi ini adalah fase kritis yang membutuhkan perawatan khusus di rumah sakit.

Pada fase ini, pasien berisiko mengalami pendarahan dan syok yang bisa mengancam nyawa. Pada hari ke-6 dan ke-7, pasien biasanya memasuki fase penyembuhan atau pemulihan.

DBD tidak hanya menurunkan kualitas hidup karena mengganggu produktivitas, tetapi juga menambah beban ekonomi. Pemulihan dari DBD bisa memakan waktu lebih dari satu minggu, dan biaya perawatan di rumah sakit bisa mencapai Rp 10-60 juta.

Dengan memahami gejala dan siklus DBD, serta pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan pencegahan, kita dapat lebih waspada dan melindungi diri serta komunitas dari ancaman penyakit ini.

Sumber: Hellosehat

shape
shape