shape

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 2)

17 August 2021

Posted by : Admin

Facebook Share Whatsapp Share Twitter Share Telegram Share

Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 2)

Photo by Logan Jeffrey on unsplash

Baca dulu artikel sebelumnya Protein Hewani vs Protein Nabati (Part 1)

Dari artikel sebelumnya, kita umpamakan protein hewani sudah menang 2:0 dibandingkan protein nabati. Eit, jangan bergembira dulu para pemakan segalanya. Memang benar cara satu-satunya vegetarian memperjuangkan kebutuhan akan asam aminonya lewat makan lebih banyak secara kuantitas dan kombinasinya. Namun vegetarian tak perlu takut dengan kata ‘lebih banyak’. Makan sayur berlebihan demi memenuhi kecukupan gizi tersebut tidak akan menimbulkan efek buruk buat tubuhmu, juga tidak membuatmu obesitas! Tubuh manusia tidak memiliki keandalan untuk menyimpan protein nabati (yang tergolong sayur ya, bukan makanan nabati tinggi karbohidrat seperti nasi) dan menumpukkannya menjadi cadangan energi. Malahan, makan banyak protein hewanilah yang berakibat buruk untuk tubuh bila melampaui kebutuhan nutrisi hariannya. Sebenarnya bukan protein hewaninya yang dipermasalahkan. Konsumsi makanan hewani otomatis tidak terhindarkan dari konsumsi lemak jenuhnya. Maka dari itu, mengesampingkan keunggulannya, konsumsi protein hewani harus dibatasi.

Sedikit menukik dari topik protein ke lemak jenuh. Apa sih yang dimaksud dengan lemak jenuh? Orang lebih familiar dengan sebutan kolesterol jahat atau lemak jahat. Dalam terminasi kedokteran, low-density lipoprotein (LDL) dikatakan sebagai lemak jahat karena berukuran kecil dan kerjanya menempel di sepanjang pembuluh darah. Bila padatan lemak jahat ini menumpuk, suatu hari nanti pembuluh darah akan terhambat sepenuhnya. Akhir dari penumpukan lemak jahat adalah serangan jantung karena pembuluh darah berhenti mengalirkan darah ke jantung. Faktanya, makanan hewani mengandung kolesterol jahat, sedangkan makanan nabati sama sekali tidak. Bagaimana dengan minyak sawit? Banyak isu beredar kalau sawit adalah penyebab orang menderita kolesterol tinggi. Menurut ahlinya, ini adalah hoaks. Minyak sawit tidak membuat LDL-mu meningkat. Perubahan suatu struktur molekul dari makanan yang digoreng dengan minyak sawitlah yang menyebabkan LDL-mu meningkat.

Ada satu lagi keunggulan yang dibawa oleh protein nabati. Menelan protein nabati di saat yang bersamaan memasukkan nutrisi lain yang penting buat tubuh, yakni serat. Pada protein hewani, serat yang ikut terbawa sangat sedikit bahkan mendekati 0. Serat ini membantu tubuhmu mencerna makananmu lho. Kebayang meskipun protein hewani lebih mudah dicerna dan diserap tubuh berdasarkan skor IDAAS tapi serat yang kamu makan mendekati 0. Tubuhmu tetap saja tersendat-sendat mencerna protein hewani itu lho! Tapi di sisi lain, protein hewani membawa nutrisi tambahan lainnya yang sama bergunanya dalam tubuh, yakni mineral. Nah, kalau mineral ini rata-rata seimbang pada makanan hewani dan nabati. Contohnya saja kalium yang dapat kalian dapatkan dari pisang, susu, kacang-kacangan, dan daging. Lalu zat besi yang kita kira banyak terkandung pada daging merah ternyata pada takaran yang sama, misalkan 100 gr, setara dengan zat besi pada kacang merah dan bayam.

Bila disimpulkan, skor protein hewani vs. protein nabati setara dengan 2:2. Bagi para pemakan segalanya, konsumsi protein hewani memang baik. Biar begitu, menurut anjuran dari Recommended Dietary Allowence (RDA), makan makanan yang seimbang jauh lebih menyehatkan. RDA tidak menunjukkan secara persis estimasi persentase antara mengonsumsi protein hewani dan protein nabati. Bila melihat dari benefit maupun kelemahan masing-masing, akan lebih menyehatkan tubuh bila keduanya dikonsumsi secara seimbang. Seperti pepatah lama mengatakan bahwa segala sesuatu yang berlebih tidak baik maka dari itu hiduplah dengan keseimbangan. Life in moderation.

Sumber: medlineplus.gov || hellosehat.com || medicalnewstoday.com || sawit.or.id || sahabatnestle.co.id || halodoc.com || ncbi.nlm.nih.gov

shape
shape