shape

Perlu Tidaknya Swab PCR setelah Rapid Test

12 August 2021

Posted by : Admin

Facebook Share Whatsapp Share Twitter Share Telegram Share
Perlu Tidaknya Swab PCR setelah Rapid Test

photo by Kompas.com

Apa Saya harus lanjut tes swab PCR? Pertanyaan intensif yang selalu terbayang-bayang di benak seseorang yang baru mendapat diagnosis positif Covid-19 dari alat tes cepat molekuler. Lantaran terguncang dengan hasil tes cepat molekuler itu sendiri, bingung, atau karena merasa sehat-sehat saja alias OTG.

Baca Juga Apa Tes Cepat Covid-19 Bisa Dipercaya?

Telah dibahas pada artikel sebelumnya mengenai definisi, target, dan efisiensi tes cepat molekuler. Sesuai namanya kalau tes cepat molekuler sasarannya adalah skrining cepat. Lain hal dengan PCR yang sasarannya adalah diagnosa pasti. Apakah intepretasi hasil tes cepat tidak pasti? Bukan begitu. Tes cepat molekuler tetap dapat dipakai sebagai acuan status positif atau negatif seseorang terhadap infeksi Covid-19. Namun, penegakkan diagnosanya dikerjakan oleh PCR. Baku emas pemeriksaan Covid-19 di seluruh negara masih PCR.

Polymerase Chain Reaction (PCR) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna reaksi rantai ganda. PCR sebenarnya bukan nama alatnya, melainkan istilah untuk teknik molekulernya. Pada instrumen PCR, terjadi reaksi pelipat gandaan materi genetik. Materi genetik dapat berupa DNA atau RNA. SARS CoV-2 memiliki materi genetik berupa RNA. RNA dari sampel pasien yang diperoleh dari swab nasofaring, orofaring, atau nasal di’fotokopi’ hingga jumlah siklus tertentu sampai alat dapat membacanya. Interpretasi hasil positif adalah apabila instrumen PCR berhasil memperbanyak RNA virus tersebut. Sebaliknya, interpretasi negatif adalah hingga akhir siklus instrumen tidak menemukan RNA untuk digandakan.

Dari segi finansial, tarif tes PCR bisa mencapai 4-5 kali lipat tarif tes cepat molekuler. Hasil tes PCR pun terbilang lama, antara 10 jam sampai 3 hari, tergantung pada instansi medis yang mengerjakan sampelnya. Biar begitu, ada dua alasan mengapa setelah hasil menujukkan positif, pasien dianjurkan untuk swab PCR. Tes cepat molekuler hanya dapat mendeteksi fase akut Covid-19 dan ambang batas bawah deteksi jumlah virus di dalam tubuh pada alat PCR lebih rendah dibanding alat tes cepat molekuler. Dua alasan ini sebenarnya saling berkaitan. Fase akut Covid-19 yakni rentang 1-14 hari setelah terinfeksi. Selama masa waktu ini, virus sedang aktif melakukan aktivitas replikasi di dalam tubuh. Dengan kata lain, jumlah virus sangat melimpah. Semakin banyak jumlah virus, semakin mudah terdeteksi oleh alat tes cepat molekuler. Lewat dari fase akut ini, jumlah virus akan menurun drastis. Antibodi sudah terbentuk dan daya tahan tubuh umumnya berhasil menekan populasi virus dalam tubuh.

Pengertian ambang batas bawah deteksi adalah jumlah minimal virus yang dapat terdeksi oleh alat. Ambang batas bawah rata-rata tes cepat molekuler sekitar 500 virus per mililiter, sementara pada PCR di angka 100 virus per mililiter sampel. Dapat dikatakan bahwa PCR lebih sensitif mendeteksi virus SARS CoV-2. Selain itu, ada pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan oleh PCR. RNA SARS CoV-2 hasil PCR dapat disekuensing. Sekuensing adalah proses pembacaan RNA per komponen penyusunnya, yakni asam amino. Luaran dari sekuensing ialah diketahui ada tidaknya mutasi pada virus. Data ini dapat dijadikan bahan analisis perkembangan dan transmisi mutasi SARS CoV-2 di Indonesia. Contohnya saja, saat ini Indonesia sedang gencar mendeteksi persebaran varian Delta dua ke berbagai daerah. Varian Delta dua hasil mutasi Delta satu ini berbeda signifikan kapabilitas menularkannya ke orang lain. Akumulasi data hasil sekuensing RNA SARS CoV-2 membantu sistem kesehatan Indonesia dalam memberi respon pengendalian penyebaran wabah Covid-19 yang lebih baik.

Sobat Salam bisa gunakan Layanan Tes Covid-19 yang bisa bantu kamu buat test swab PCR. 

Pesan Sekarang!

Sumber: alodokter.com || emc.id || ncbi.nlm.nih.gov || medrxiv.org

shape
shape